Saturday, July 30, 2011

qulub (hati)

Imam Al Ghazaly dalam bukunya yang berjudul Minhajul Abidin, mengatakan, bahwa Ilmu yang fardlu ain dituntut oleh seorang muslim adalah mencakup

3 hal, yaitu :

1. Ilmu Tauhid

2. Ilmu Syariat

3. Ilmu Sir (Ilmu tentang hati)

 

Dan tidaklah ilmu-ilmu itu semua dituntut untuk tujuan berargumentasi atau memberikan keyakinan kepada orang lain baik yang beragama Islam maupun

bukan.

Tetapi ilmu tersebut fardlu ain untuk dituntut, yang berhubungan dengan untuk perubahan diri.

 

Ilmu Tauhid dan syariat, dikalangan ummat Islam sekarang ini demikian popular untuk dipelajari. Namun jarang sekali orang yang  mempelajari dan

mengerti mengenai Ilmu Sir (Ilmu tentang hati).

 

Lantas mungkin kita akan bertanya, untuk apakah belajar Ilmu tentang hati, atau macam manakah ilmu tentang hati tsb?

 

Rasulullah SAW pernah bersabda :

"Dalam diri manusia ada segumpal darah. Yang apabila shalih (tidak rusak), maka akan shalih seluruhnya, tetapi apabila buruk maka akan buruk pula seluruhnya, itulah hati".

 

Bahkan di hadits lain, Rasulullah SAW mengatakan : " Sesungguhnya sebuah amal itu bergantung dari niatnya".

 

Sungguh, hal-hal ibadah syariat yang kita laksanakan sepanjang hari akan tidak mempunyai nilai, bila tidak disertai niat yang shalih...

 

Dan letak niat itu adalah di HATI.

 

Demikian besar fungsi hati, sehingga wajar saja bila Imam Al Ghazaly mengkatagorikan Ilmu ini menjadi ilmu yang fardlu ain untuk dituntut.

 

Dikajian tasawuf, pembahasan tentang hati merupakan agenda utama. Hal ini sesungguhnya untuk penyelarasan dari Ilmu Tauhid dan Syariat, yang sebelumnya (oleh kebanyakan orang) telah dipelajari.

 

Dalam sebuah kata-kata hikmah (bagi sebagian ulama ini dikatakan sebagai hadits dari Rasulullah SAW) bahwa : "Man 'Arofa Nafsahu faqod 'Arofa Rabbahu". "Barangsiapa mengenal dirinya (nafsahu) maka ia akan mengenal Tuhannya".

 

Sementara Ali. R.A mengatakan bahwa : "Awwaluddina Ma'rifatullah". "Awalnya beragama adalah mengenal Allah".

 

Sehingga dapat dilihat hubungannya, bahwa Mengenal diri (An-Nafs) merupakan awal dari seorang beragama dengan haq.

 

 

---------

HATI

---------

Diri manusia dapat dilihat secara indrawi dengan perilaku dan perangai seseorang. Dan seorang berperilaku, seorang berperangai, merupakan cerminan dari HATI-nya.

 

Sehingga untuk mengenal diri kita, kita harus memulainya dengan mengenal Hati kita sendiri.

 

Hati itu terdapat 2 jenis :

1. Hati Jasmaniyah

Hati jenis ini bentuknya seperti buah shaunaubar. Hewan memilikinya, bahkan orang yang telah matipun memilikinya.

 

2. Hati Ruhaniyyah

Hati jenis inilah yang merasa, mengerti, dan mengetahui. Disebut pula hati latifah (yang halus) atau hati robbaniyyah.

 

Dalam kajian kita, yang dituju dengan kata HATI atau Qalb adalah hati jenis 2, hati Ruhaniyyah.

 

Karena Hati inilah yang merupakan tempatnya Iman :

 

"... Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu ..." (QS. 49:7)

 

"...karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, ...". (QS. 49:14)

 

"...Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka ..." (QS. 58:22)

 

Bahkan lebih dari itu, dalam sebuah hadits Qudsi dikatakan :

"...Tidak akan cukup untuk-Ku bumi dan langit-Ku tetapi yang cukup bagi-Ku hanyalah hati (qalb) hamba-Ku yang mukmin".

 

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan : Apakah sebenarnya Iman (mukmin) itu ?

Bahasan tentang Iman (mukmin) akan dibahas lebih lanjut dalam Subject NUR IMAN.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

Maka dengan hatilah, seseorang dapat merasakan iman. Dengan hatilah seorang hamba dapat mengenal Rabb-nya.

 

Sebelum kita beranjak jauh tentang hati, ada beberapa hal yang nantinya bersangkut paut dengan hati dan perlu kita jelaskan terlebih dahulu.

 

Kebanyakan orang hanya mengerti bahwa manusia itu hanya terdiri jasad dan ruh. Mereka tidak mengerti bahwa sesungguhnya manusia terdiri dari tiga unsur, yaitu : jasad, jiwa dan ruh.

 

Banyak orang yang tidak mengerti tentang Jiwa ini. Bahkan dalam bukunya Al Ihya Ulumuddin Bab Ajaibul Qulub, Imam Al Ghazaly mengatakan, "bahkan ulama -ulama yang masyhur sekarang ini (zaman Imam Al Ghazaly : red) banyak yang tidak mengerti hal ini". Itu pada zaman Imam Al Ghazaly. Berapa

ratus tahun yang lalu. Apatah lagi sekarang?

 

Kebanyakan orang rancu pengertiannya antara Jiwa dengan Ruh. Padahal jelas-jelas dalam Al Qur'an, Allah membedakan penggunaan kata Ar-Ruh (Ruh) dengan An-Nafs (Jiwa).

 

 

-----------

JASAD

-----------

Jasad adalah anggota tubuh dari manusia. Seperti : tangan, kaki, mata, mulut, hidung, telinga, dan lain-lainnya. Bentuk dan keberadaannya dapat diindera oleh manusia. Hewanpun dapat menginderanya.

 

Dari jasad inilah, timbulnya kecenderungan dan keinginan yang disebut SYAHWAT. Seperti yang disebutkan dalam Al Qur'an :

 

"Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada syahwat, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik". (QS Ali Imran : 14)

 

 

-----------------------

JIWA (An Nafs)

-----------------------

An-Nafs dalam kebanyakan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, diartikan dengan Jiwa atau diri. Padahal sesungguhnya An-Nafs ini menunjuk kepada dua maksud, yaitu : hawa nafsu dan hakikat dari manusia itu sendiri (diri manusia).

 

1. Hawa Nafsu

Nafsu yang mengarah kepada sifat-sifat tercela pada manusia. Yang akan menyesatkan dan menjauh dari Allah. Inilah yang oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan Al Baihaqi dari Ibnu Abbas :

 

"Musuhmu yang terbesar adalah nafsumu yang berada diantara kedua lambungmu".

 

"Dan aku tidaklah membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu suka menyuruh kepada yang buruk". (QS Yusuf : 53)

 

"... dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah...". (QS Shaad : 26)

 

 

2. Diri Manusia

Diri manusia ini apabila tenang, jauh dari goncangan disebabkan pengaruh hawa nafsu dan syahwat, dinamakan Nafsu Muthmainnah.

 

"Hai jiwa yang tenang (nafsu muthmainnah), kembalilah kepada Tuhanmu, merasa senang (kepada Tuhan) dan (Tuhan) merasa senang kepadanya". (QS Al Fajr : 27-28)

 

Namun diri manusia yang  tidak sempurna ketenangannya, yang mencela ketika teledor dari menyembah Tuhan, disebut Nafsu Lawwamah.

 

"Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat mencela kejahatan (Nafsu Lawwamah)". (QS Al Qiyamah : 2)

 

 

---------------------

RUH (Ar Ruh)

---------------------

 

Perkataan Ruh, mempunyai dua arah. Sebagai nyawa dan sebagai suatu yang halus dari manusia.

 

1. Nyawa

Pemberi nyawa bagi tubuh. Ibarat sebuah lampu yang menerangi ruangan. Ruh adalah lampu, ruangan adalah tubuh. Mana yang terkena cahaya lampu akan terlihat. Mana yang terkena ruh akan hidup.

 

2. Yang Halus dari Manusia

Sesuatu yang merasa, mengerti dan mengetahui. Hal ini yang berhubungan dengan hati yang halus atau hati ruhaniyah.

 

Dalam Al Qur'an, Allah SWT menggunakan kata Ruh dengan kata Ruhul Amin, Ruhul Awwal, dan Ruhul Qudus.

Adapun maksud-maksud dari kata tersebut merujuk kepada keterangan yang berbeda-beda yaitu :

 

1. Ruhul Amin

Yang dimaksud dengan ini adalah malaikat Jibril.

 

"Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin". (QS Asy-Syu'araa' : 192-193)

 

2. Ruhul Awwal

Yang dimaksud dengan ini adalah nyawa atau sukma manusia.

 

3. Ruhul Qudus

Yang dimaksudkan dengan ini bukanlah malaikat Jibril, tetapi ruh yang datang dari Allah, yang menguatkan, menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.

 

Katakanlah : "Ruhul Qudus menurunkan Al Qur'an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan hati orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS An Nahl : 102)

 

"... dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran kepada Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus... ". (QS Al Baqarah :87)

 

"...Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan ruh yang datang dari pada-Nya...". (QS Al Mujadillah : 22)

 

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan : Bahasan Mengenai Ruhul Qudus akan dibahas lebih jauh dalam Subject RUHUL QUDUS

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

Setelah kita mengetahui definisi-definisi atau penjelasan mengenai jasad, jiwa, dan ruh mungkin kita akan bertanya, lalu apa manfaatnya?

 

-------------------------

TENTARA HATI

-------------------------

Hati itu bagi seorang manusia, bagaikan raja dengan tentara-tentara berupa tentara zahir dan tentara bathin.

 

Ketika seorang berada dalam ancaman bahaya, maka orang tersebut untuk menolak atau melawan bahaya, memerlukan dua tentara tsb.

Tentara batin : yaitu marah untuk melawan ancaman bahaya, tentara Zahir : yaitu tangan dan kaki untuk mengeluarkan langkah-langkah perlawanan.

 

Demikian pula ketika seorang akan makan. Ia memerlukan dua tentara tsb.

Tentara batin : Syahwat untuk makan, tentara zahir : tangan dan kaki untuk mengambil makanan.

 

Seorang sedang lapar bagaimanapun, bila hatinya mendiamkan syahwat (keinginan jasad) untuk makan dan tidak memerintahkan tangan dan kaki untuk mengambil makan, maka ia tidak akan melakukan pekerjaan makan.

 

Untuk itulah dikatakan HATI adalah Raja, bagi seluruh tubuh dan diri manusia.

 

Sehingga perna penting Raja untuk mengarahkan kemana tubuh dan diri berjalan, sangat menentukan sekali.

 

------------------------------------------------

HATI DI TIGA PERSIMPANGAN

------------------------------------------------

 

Sesungguhnya Hati yang merupakan Raja ini, berada pada 3 persimpangan. seperti gambar dibawah ini :

 

                                 Ruhul Qudus

                                         /

                                       /

                       Nafsu Muthmainnah

                                   /

                                 /

    Syahwat  ---- HATI

                                 \

                                   \

                            Hawa Nafsu

 

Hati berada dalam pengaruh Jasad (Syahwat), Hawa Nafsu, dan Nafsu Muthmainnah.

 

Seorang manusia, yang membiarkan hatinya berada dalam dominasi Syahwat dan Hawa Nafsunya, maka akan menjadi orang yang tersesat. Yang lambat laun bisa tergelincir menjadi orang yang dimurkai Allah.

 

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran (QS. 45:23)"

 

Hawa Nafsu itu melingkupi segala aspek.  Tidak diperbolehkan kita mengikuti hawa nafsu, dalam BERAGAMA sekalipun.

 

Banyak para aktivis dakwah, demikian bersemangatnya dalam berdakwah kadang kala terlena, tidak menyadari kalau dalam mengatur strategi dakwah, telah ditunggangi oleh Hawa Nafsunya.

 

Banyak pula para alim-ulama, yang demikian bangga terhadap ilmu yang dipelajarinya, sehingga merasa pendapatnya adalah pendapat yang paling benar, dan selainnya (selain golongannya) adalah pendapat yang salah.

 

Tidak disadari bahwa Hawa Nafsu telah merasuk dalam kemurnian beragamanya.

 

Dan kalaulah kita dapat keluar dari dominasi Hawa Nafsu dan Syahwat ini, maka Allah menjanjikan :

 

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka : "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka).

(QS. 4:66)

 

Apakah dalam ayat diatas, maksud bunuh diri adalah mengambil pisau lalu menghujamkannya ke perut? Atau mengambil racun lalu meminumnya?

 

Bukan !

Inilah kesalahan yang dapat terjadi bila kita tidak mengetahui arti yang sesungguhnya dari kata An-Nafs tersebut.

 

Dalam ayat ini dalam Arabnya dipergunkan kata Anfus (Jamak dari An-Nafs).

Bila Al Qur'an menggunakan An-Nafs dalam bentuk jamak, ini sesungguhnya merefer kepada Jiwa-jiwa yang banyak. Yaitu Hawa Nafsu. Karena bentuk Hawa Nafsu itu banyak. Seperti marah, sombong, ria, ujub, ingin dihormati, dsb.

 

Namun bila An-Nafs ini dalam bentuk tunggal, maka sesungguhnya ia merefer kepada Jiwa yang tunggal yaitu Nafsu Muthmainnah. Karena memang Nafsu Muthmainnah ini tunggal. Dan ini merupakan Hakikat diri manusia.

 

Jadi, bunuhlah dirimu dalam ayat ini, sesungguhnya mempunyai maksud : Keluar dari Dominasi Hawa Nafsu.

 

Keluar dari kampungmu dalam ayat ini, sesungguhnya mempunyai maksud : keluar dari kampung si Jiwa, yaitu Jasad. Atau keluar dari dominasi Syahwat.

 

Sehingga, bila seorang dapat keluar dari dominasi Hawa Nafsu dan Syahwatnya, sesungguhnya Allah akan menguatkan iman mereka.

 

Namun... Sangat sedikit sekali yang mau melaksanakan ini.

 

Hawa Nafsu dan Syahwat ini bukan dibunuh dan dihilangkan. Tetapi dikontrol oleh Nafsu Muthmainnah.

 

Ada saatnya hawa nafsu dan syahwat dikeluarkan, dan saat lain kembali dikekang.

 

"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. (QS. 79:40) maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (QS. 79:41)"

 

Kesalahpahaman pengartian An-Nafs juga berimplikasi kepada penafsiran yang kadang kala kurang tepat pada ayat-ayat seperti dibawah :

 

"... Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. ... (QS. 4:95)"

 

Banyak orang sering langsung mengarah kepada ayat-ayat sejenis diatas, berjihad dengan harta dan Jiwa (An-Nafs) adalah merupakan perang fisik.

 

Apakah memang demikian? Apakah Islam harus selalu perang sementara Islam adalah sebuah agama yang damai?

 

Memang betul, dalam kondisi yang mewajibkan kita berperang ayat ini merupakan perintah pula untuk berperang.

 

Namun dalam kondisi damai ada yang lebih berat dibandingkan dengan perang fisik, yaitu berjihad melawan syahwat dan hawa nafsu.

 

Setelah melakukan perang dan akan memasuki bulan Ramadhan, Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat :

"Kita kembali dari jihad kecil kepada perjuangan besar".

(Hadits riwayat Al Baihaqy dan Jabir, dalam hadits ini ada sanad yang lemah).

 

Terlepas dari ke-dhoifan hadits diatas logikanya seperti ini :  Seorang manusia yang telah dapat melepaskan hatinya dari takut kehilangan harta, keluarga, jabatan, dsb, hanya seorang yang telah mampu melawan syahwat dan hawa nafsunya.

 

Kalaulah kita temukan orang yang seperti ini, niscaya dia tidak takut lagi mati. Niscaya dia tidak akan pernah mengelak dari perintah untuk berperang, bila kondisinya mewajibkannya untuk berperang.

 

Tetapi orang yang hatinya masih takut kehilangan harta, pekerjaan, keluarga, jabatan, dsb. ia akan takut mati. Peperangan adalah sebuah hal yang sangat berat baginya.

 

Artinya, dalam logika sederhana tersebut, akan tergambar, kalaupun hadits tsb dhoif dari sanadnya, namun secara ilmiah hal itu dapat dibenarkan dan secara mathan, tidak ada ayat Al Qur'an yang bertentangan dengannya.

 

Dalam bahasan saya diatas, saya juga mencoba menunjukkan, bahwa tasawuf  yang bagi sebagian orang diidentikkan sebagai pola pendekatan Islam yang mengabaikan perintah untuk berperang adalah kurang tepat.

 

Berperang adalah suatu kewajiban apabila kondisinya mewajibkan untuk melakukannya. Namun bila masa damai bukan lantas mencari-cari supaya ada perang! Tetapi melakukan jihad yang lebih berat, yaitu melawan Hawa Nafsu dan Syahwat.

 

Dan Allah menjanjikan bagi mereka yang mampu melawan Hawa Nafsu dan Syahwatnya ini dengan menguatkan iman dan surga sebagai tempat tinggalnya.

 

Semoga kita termasuk kedalam golongan orang yang dikuatkan Allah untuk melawan dominasi syahwat dan hawa nafsu yang ada dalam diri kita.

 

--------------------------------------

NAFSU MUTHMAINNAH

--------------------------------------

Seorang yang hatinya telah didominasi oleh Nafsu Muthmainnah, bukan lagi oleh syahwat atau hawa nafsu, maka Nafsu Muthmainnah menjadi Imam bagi seluruh tubuh dan dirinya.

 

Dan seperti dikatakan dalam penjelasan sebelumnya, sesungguhnya Nafsu Muthmainnah inilah yang disebut Jati Diri manusia itu. Hakikat dari manusia itu.

 

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa (An-Nafs)  mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu". Mereka menjawab:"Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS. 7:172)

 

Siapakah yang berjanji dalam ayat diatas ? Apakah kita pernah merasa berjanji?

 

Yang berjanji seperti disebutkan di ayat diatas, bukanlah ruh. Tetapi Jiwa yang tunggal, Nafsu Muthmainnah.

 

Namun kemana Nafsu Muthmainnah kita sekarang?

 

Sejak kita dilahirkan ke bumi, berapa puluh tahun yang lalu, sudah berapa banyak kita membiarkan hati kita di dominasi Syahwat dan Hawa Nafsu?

 

Pada dasarnya, Jiwa (Nafsu Muthmainnah) kita ini seperti juga jasad. Jasad membutuhkan makan, demikian pula dengan Jiwa.

 

Jasad membutuhkan makanan berupa : karbohidrat, vitamin, mineral, protein,

dsb. Jiwa juga membutuhkan makanan, seperti : shalat, dzikir, puasa, dsb.

 

Dalam sehari orang pada umumnya jasadnya membutuhkan makan 3 kali, dengan kadar karbohidrat, vitamin, mineral, protein tertentu. Apabila ini tidak terpenuhi maka akan sakit, bahkan mati.

 

Demikian pula jiwa.

Dalam sehari Allah telah menetukan makanan minimalnya :

 

==========================================

MAKANAN              JUMLAH             KADAR (misal)

==========================================

Subuh                         2 Rakaat                     200

Dzuhur                      4 Rakaat                     400

Ashar                          4 Rakaat                     400

Maghrib                     3 Rakaat                     300

Isya                             4 Rakaat                     400

------------------------------------------------------------------------------------

Total                           17 Rakaat                   1700

==========================================

 

Dalam sehari Allah mempersyaratkan minimal 1700 nilai (misal untuk memudahkan deskripsi) bagi jiwa kita.

 

Namun ketika subuh kita sholat sambil mengantuk, mungkin nilainya hanya 50.

Dzuhur selagi masih banyak perkerjaan, nilainya mungkin 20. Ashar Sudah hampir pulang bekerja, nilainya mungkin 40. Maghrib sudah sampai rumah tapi masih capek, mungkin nilainya 60. Isya bisa konsentrasi dengan baik mungkin nilainya 400.

 

Namun dalm sehari itu total yang dikonsumsikan oleh Jiwa hanya 570. Jauh dari nilai minimal 1700. Dan selama puluhan tahun hidup tahun ini, sepanjang hari kita kurang dalam memberikan konsumsi pada Jiwa.

 

Apa yang terjadi? Jiwa kita sakit. Nafsu muthmainnah sakit. Mungkin sekarang ia lumpuh, buta, tuli, dan bisu, atau mungkin mati !

 

Itulah yang dikatakan Allah :

 

Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), (QS. 2:18)

 

maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. 22:46)

 

Hati adalah tempat dari Nafsu Muthmainnah. Ketika Nafsu Muthmainnah yang dominan terhadap hati, maka hati itu adalah si Nafsu Muthmainnah.

 

Kita tidak menyadari, bahwa dengan perjalanan hidup kita selama sekian puluh tahun, dengan memberikan konsumsi makanan yang kurang terhadap Jiwa kita dan membiarkan terdominasi oleh Hawa Nafsu dan Syahwat, Jiwa (hati) kita menjadi lumpuh, buta, tuli, bisu, bahkan mungkin mati.

 

Jiwa (hati) kita menjadi sakit. Sehingga lupa terhadap perjanjian yang pernah diucapkan pada Allah seperti dalam QS 7:172.

 

 

------------------------------

JIWA YANG SEHAT

------------------------------

Ada orang-orang yang berhasil dalam pelaksanaan agamanya, menghidupkan dan menyehatkan kembali Jiwa (Nafsul Muthmainnah) nya.

 

Sehingga hatinya di dominasi oleh Nafsul Muthmainnahnya. Jiwa yang sekarang ini abstrak/ghaib (tidak terindera) oleh kita, apabila telah hidup, telah sehat, maka matanya akan melihat, telinganya akan mendengar, mulutnya dapat berkata-kata.

 

Jiwa apa bila melihat maka ia akan melihat sesuai dengan dimensi keghaibannya. Inilah yang dalam terminologi tasawuf dikatakan Mukasyafah.

 

Jadi bukanlah suatu hal yang aneh dikalangan para pejalan tasawuf yang lurus, dapat melihat jin, malaikat, jiwa-jiwa manusia yang telah mati, dan lain sebagainya yang menurut pandangan kita adalah sesuatu yang ghaib.

 

Karena sesungguhnya bukan mata inderawi (jasad) lah yang melihat tetapi mata si Jiwa yang ada didalam dada.

 

Dan sehatnya Jiwa Muthmainnah inilah, salah satu paramater seorang telah beriman dengan benar.

Tuesday, July 19, 2011

(Fasal) ini suatu fasal dan setengah daripada syarat sembahyang menghadapkan qiblat iaitu ka'abah Allah dengan dada dan bagi orang yang kuasa dengan dilihat jika hampir dengan khabar yang melihat akan dia atau dengan zan daripada ijtihad jika kesukaran melihat dan mengambil khabar daripada orang yang mengetahui akan dia (dan) dimaafkan meninggalkan qiblat bagi orang yang takut dikala berada tapak dua perang yang harus (dan demikian lagi) orang yang sembahyang sunat di dalam musafir jika hampir sekalipun maka hendaklah dihadapkan pihak seterunya dan pada jalan yang ia hendak pergi kepadanya maka jika ada ia yang musafir itu berkenderaan ia isyarat pada rukuk dan sujudnya tetapi isyarat pada sujud terlebih rendah daripada rukuknya dan jika ia berjalan kaki maka hendaklah ia hadapkan kepada qiblat yang lainnya daripada qiamnya dan tahiyatnya (Dan setengahnya) syarat sah sembahyang itu mengetahui ia akan masuk waktunya dengan zan pada orang yang ijtihad (dan setengahnya) Islam dan tamyiz dan mengetahui ia akan kifayah sembahyang seperti bezakan fardhunya daripada sunatnya atau i'tiqad segala yang perbuatan itu sekaliannya fardhu dan jangan dii'tiqadkan yang fardhu itu sunat (dan setengahnya) menutup aurat dengan pakaian yang suci dan menutup pihak atas dan kelilingnya dan aurat laki2 dan sehanya sahaya perempuan antara pusat dan lutut dan aurat perempuan yang merdeka sekalian tubuhnya melainkan muka dan tapak tangannya (dan demikian lagi) wajib menutup auratnya dihadapan orang yang hilat dan harus membuka auratnya jika pada tempat yang sunyi dikala kepanasan dan kerana menyapu sampah dan dikala mandi jika tiada seorang yang hilat yang melihat akan dia


Syarat sah sembahyang seperti yang diterangkan dalam kitab ini:
1. Menghadap qiblat


Qiblat yang dimaksudkan ialah kaabah dengan cara dada mesti menghadap ke arahnya. Bagi yang dapat melihat Kaabah maka perlu melihatnya. Sekiranya berada jauh mengikut arah yang diberitahu dan diyakini arah kaabah tersebut dan sekiranya tidak mengetahui maka dibolehkan menggunakan keyakinan sendiri sekiranya sukar untuk mengesan arah qiblat. Syaratnya perlu yakin ketika solat tanpa sedikit was-was. Jika ada was-was maka terbatal solatnya.

Pengecualian menghadap qiblat apabila berada di tengah-tengah medan pertempuran atau peperangan. Selain itu dibolehkan juga tidak menghadap qiblat untuk solat sunat bagi mereka yang sedang menaiki kenderaan tidak kira jauh atau dekat destinasi yang dituju. Qiblat ketika ini mengikut arah kenderaan tersebut dan perlu diisyaratkan rukuk dan sujud dengan tunduk yang dapat membezakan kedua-duanya. Bagi yang berjalan kaki, solat sunat yang dilakukan perlu menghadap qiblat ketika qiam dan tahiyyat selain mengisyaratkan rukuk dan sujud seprti dalam kenderaan sebentar tadi.

2. Yakin telah masuk waktu

3. Islam dan tamyiz
Seminima syarat untuk golongan tamyiz ialah mereka dapat membezakan kiri dan kanan. Di dalam solat mereka perlu mengetahui dan membezakan yang mana wajib dan yang mana sunat.

4. Menutup aurat
Menutup aurat perlu dengan pakaian yang bersih dan suci. Syarat menutup aurat juga perlulah tidak nampak warna kulit badan. Bagi golongan lelaki dan hamba sahaya (perempuan) auratnya antara atas pusat (sekelilingnya) dan lutut. Bagi mereka yang memakai kain pelekat harus berwaspada sekiranya kainnya berada di bawah pusat kerana apabila rukuk, ruangan baju pada leher yang terbuka boleh membatalkan solat. Batasan aurat ini hanya ketika solat. Ketika bertemu dengan perempuan ajnabi, aurat lelaki adalah antara bahu hingga ke lutut kecuali lengan. Ibu mertua tiri juga adalah tergolong dalam golongan wanita ajnabi.

Bagi golongan perempuan yang merdeka pula auratnya adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Sekiranya tiada telekong masih boleh sembahyang sekiranya boleh menutup kesemua anggota badan terutama pada pergelangan tangan. Aurat ini juga wajib ditutup ketika berhadapan dengan golongan mahram. Aurat diharuskan buka di tempat yang sunyi, ketika panas, sapu sampah dan ketika mandi (makruh mandi bogel bagi lelaki dan perempuan) selagi mana tidak dilihat oleh golongan mahramnya.

Wing 0: Berhati-hati meskipun mudah

Friday, May 27, 2011

amalan lahir dam batin



SYARIAT ialah amalan-amalan lahir yang diperintahkan kepada umat Islam baik itu yang wajib atau mubah kedudukannya.

Syariat lahir terbagi dua:
1. Hablumminallah
2. Hablumminannas


Hablumminallah ialah amalan-amalan yang termasuk persoalan ibadah. Contohnya solat, puasa, zakat, haji, baca Quran, doa, zikir, tahlil, selawat dan lain-lain.

Hablumminannas ialah amalan-amalan lahir kita yang termasuk dalam bidang-bidang muamalat (kerja-kerja yang ada hubungkait dengan masyarakat), munakahat (persoalan kekeluargaan) dan kriminal serta tarbiah Islamiah, soal-soal siasah, fisabilillah, jihad dan persoalan alam sejagat.


HAKIKAT ialah amalan batin yang diperintahkan ataupun yang dilarang oleh Allah SWT kepada umat Islam. Amalan yang diperintahkan dikenali sebagai sifat “mahmudah” (sifat-sifat terpuji) dan yang dilarang ialah sifat “mazmumah” (sifat-sifat terkeji).

Hakikat juga terbagi dua:
1. Berakhlak dengan Allah
2. Berakhlak dengan manusia


Antara bentuk-bentuk akhlak dengan Allah ialah:

* Mengenal Allah dengan yakin;
* Merasa kehebatan Allah;
* Merasa ngeri dengan Neraka Allah;
* Merasa senantiasa diawasi oleh Allah;
* Merasa hina diri dan malu dengan Allah;
* Meredhai setiap takdir dan ketentuan Allah;
* Sabar di atas sebarang ujian Allah;
* Mensyukuri nikmat-nikmat pemberian Allah;
* Mencintai Allah;
* Merasa takut pada Allah atas kecuaian dan dosa-dosa kita;
* Tawakal kepada Allah;
* Merasa harap pada rahmat Allah;
* Rindu pada Allah;
* senantiasa mengingati Allah;
* Rindu pada syurga Allah karena ingin bertemu dengan-Nya.


Bentuk-bentuk akhlak kepada manusia:

* Mengasihinya sebagaimana kita mengasihi diri kita sendiri;
* Merasa gembira di atas kegembiraannya dan tumpang berdukacita karena kedukacitaannya;
* Menginginkan kebahagiaan untuknya disamping berharap agar kecelakaan menjauhinya;
* Benci pada kejahatannya tetapi kasihan pada dirinya hingga timbul perasaan untuk menasihatinya;
* Pemurah padanya;
* Bertolak ansur dengannya;
* Mengenang jasanya dan berusaha membalasinya karena Allah;
* Memaafkan kesalahannya dan sanggup meminta maaf atas kesalahan padanya;
* Kebaikannya disanjung dan diikut, kejahatannya dinasihati dan dirahsiakan.
* Lapang dada berdepan dengan ragam manusia;
* Baik sangka terhadap orang Islam;
* Tawadhuk dengan manusia.


Kedua syariat dan hakikat adalah perkara-perkara yang sangat penting untuk membentuk peribadi yang benar-benar bertaqwa dan terlepas dari sifat-sifat nifaq. Kita wajib mengamalkan kedua-duanya serentak dan seiring. Namun adalah diakui bahwa bukanlah mudah bagi kita untuk mengamalkannya.

Allah SWT menjelaskan ini dengan firman-Nya dalam surah Al Baqarah:

Terjemahannya:

Mintalah bantuan dalam urusanmu dengan sabar dan solat. Dan sesungguhnya yang demikian itu adalah sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk yaitu orang-orangb yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa kepada-Nyalah mereka akan kembali (Al Baqarah : 45)


Allah SWT mengatakan untuk menjadi orang yang sabar itu susah dan untuk menjadi orang-orang yang tetap bersembahyang itu juga susah. Maknanya kedua-dua amalan lahir dan batin itu memang susah untuk diamalkan. Tetapi ia jadi mudah dan senang bila kita dapat memiliki sesuatu yang lebih penting dari keduanya yaitu rasa khusyuk dengan Allah (rasa diawasi Allah setiap masa), yakni yakin akan pertemuan dan pengembalian diri ke hadrat Allah SWT di akhirat nanti.


Dari situ fahamlah kita bahwa antara kedua-dua amalan lahir dan batin, yang mesti diberatkan dan didahulukan pada diri kita ialah amalan batin. Kita usaha dapatkan dulu rasa khusyuk atau yakin akan kewujudan Allah serta pertemuan kembali kita dengan-Nya di satu hari nanti. Kemudian nanti, barulah kita akan ada kekuatan untuk mengamalkan syariat dan hakikat.


Tanpa rasa khusyuk itu, kita tidak akan dapat mengalahkan hawa nafsu dan syaitan yang senantiasa bersungguh-sungguh mengajak kita menderhakai Allah.

Inilah panduan kita untuk memperjuangkan Islam dalam diri manusia. Apa yang mesti didahulukan ialah berusaha supaya hatinya berubah, dari hati yang tidak kenal Allah kepada hati yang khusyuk dan cinta kepada Allah. Dari hati yang lalai kepada hati yang senantiasa ingatkan Allah. Bila hati sudah cinta Allah akan ringanlah manusia itu menerima dan mengamalkan syariat Allah lahir dan batin.

Zuhud Dan Kelembutan Hati



• Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:

Rasulullah bersabda: Tiga perkara yang akan mengiringi mayit, yang dua akan kembali dan yang satu akan menetap. Ia akan diiringi oleh keluarganya, hartanya dan amal perbuatannya. Keluarga dan hartanya akan kembali dan tinggallah amal perbuatannya. (Shahih Muslim No.5260)



• Hadis riwayat Amru bin Auf ra., ia berkata:

Bahwa Rasulullah mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah ke Bahrain untuk memungut jizyahnya (upeti), karena Rasulullah telah mengadakan perjanjian damai dengan penduduk Bahrain dan mengangkat Alaa' bin Hadhrami sebagai gubernurnya. Kemudian Abu Ubaidah kembali dengan membawa harta dari Bahrain. Orang-orang Ansar mendengar kedatangan Abu Ubaidah lalu melaksanakan salat Subuh bersama Rasulullah. Setelah salat, beliau beranjak lalu mereka menghalanginya. Ketika melihat mereka beliau tersenyum dan bersabda: Aku tahu kalian telah mendengar bahwa Abu Ubaidah telah tiba dari Bahrain dengan membawa harta upeti.



Mereka berkata: Benar, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Bergembiralah dan berharaplah agar mendapatkan sesuatu yang menyenangkan kamu sekalian. Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah jika kekayaan dunia dilimpahkan kepada kalian sebagaimana telah dilimpahkan kepada orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka. (Shahih Muslim No.5261)



• Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Bahwa Rasulullah bersabda: Ketika seorang dari kalian memandang orang yang melebihi dirinya dalam harta dan anak, maka hendaklah ia juga memandang orang yang lebih rendah darinya, yaitu dari apa yang telah dilebihkan kepadanya. (Shahih Muslim No.5263)



• Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Bahwa ia mendengar Nabi bersabda: Sungguhnya ada tiga orang Bani Israel, seorang berkulit belang, seorang berkepala botak dan yang lain matanya buta. Allah ingin menguji mereka, maka Dia mengirim malaikat. Malaikat ini mendatangi orang yang berkulit belang dan bertanya: Apa yang paling kamu sukai? Orang itu menjawab: Warna (kulit) yang bagus, kulit yang indah dan sembuhnya penyakit yang membuat orang jijik kepadaku. Malaikat tersebut mengusap tubuhnya, maka penyakitnya sembuh dan ia diberi warna yang bagus dan kulit yang indah.



Malaikat bertanya lagi: Harta apa yang paling kamu senangi? Orang itu menjawab: Unta. Atau: Ia menjawab: Sapi. (Ishak ragu-ragu tentang itu). Lalu ia diberi unta yang hampir melahirkan lalu malaikat berkata: Semoga Allah memberkahinya untukmu. Kemudian ia mendatangi orang yang botak lalu bertanya: Apa yang paling kamu sukai? Orang itu berkata: Rambut yang indah dan sembuhnya penyakit yang membuat orang jijik kepadaku. Malaikat mengusapnya, maka penyakitnya sembuh dan ia diberi rambut yang indah. Malaikat bertanya lagi: Harta apa yang paling kamu senangi? ia menjawab: Sapi. Maka ia diberi sapi bunting lalu malaikat berkata: Semoga Allah memberkahinya untukmu. Kemudian malaikat mendatangi yang buta, lalu bertanya: Apa yang paling kamu sukai? Ia menjawab: Allah mengembalikan penglihatanku, sehingga aku dapat melihat manusia. Maka Malaikat mengusapnya, sehingga penglihatannya kembali normal. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apa yang paling kamu sukai? Ia menjawab: Kambing. Maka ia diberi kambing yang beranak.



Selanjutnya semua binatang yang diberikan itu beranak-pinak sehingga orang yang berpenyakit belang dapat mempunyai unta satu lembah, yang botak mempunyai sapi satu lembah dan yang asalnya buta memiliki kambing satu lembah. Pada suatu ketika malaikat kembali mendatangi orang yang berpenyakit belang dalam bentuk dan cara seperti ia dahulu lalu berkata: Aku orang miskin yang telah terputus seluruh sumber rezeki dalam perjalananku, maka pada hari ini tidak ada lagi pengharapan, kecuali kepada Allah dan kamu. Demi Tuhan yang telah menganugerahimu warna yang bagus, kulit yang indah serta harta benda, aku minta seekor unta untuk membantuku dalam perjalanan. Orang itu berkata: Masih banyak sekali hak-hak yang harus kupenuhi.



Maka malaikat itu berkata kepadanya: Aku seperti mengenal kamu, bukankah kamu yang dahulu berpenyakit kulit belang yang manusia jijik kepadamu, serta yang dahulu fakir lalu diberi harta oleh Allah? Orang itu berkata: Aku mewarisi harta ini secara turun-temurun. Malaikat berkata: Kalau kamu berdusta, semoga Allah menjadikan kamu seperti dahulu lagi. Setelah itu malaikat tadi mendatangi orang yang dahulu botak dalam bentuknya seperti dahulu lalu berkata kepadanya seperti apa yang dikatakannya kepada orang yang berkulit belang, dan orang itu menjawabnya seperti jawaban orang yang belang tadi.



Maka malaikat berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah menjadikan kamu seperti dahulu lagi. Kemudian sesudah itu malaikat mendatangi orang yang dahulu buta dalam bentuk dan cara seperti dahulu lalu berkata: Aku orang miskin yang mengembara dan telah terputus seluruh sumber rezeki dalam perjalananku, maka pada hari ini tidak ada lagi pengharapan, kecuali kepada Allah dan kamu. Demi Tuhan yang telah memulihkan penglihatanmu, aku minta seekot kambing untuk membantuku dalam perjalanan.



Orang itu berkata: Dahulu aku buta, lalu Allah memulihkan penglihatanku, maka ambillah apa yang kamu inginkan dan tinggalkanlah apa yang tidak kamu inginkan. Demi Allah aku tidak akan membebani kamu untuk mengembalikan sesuatu yang telah kamu ambil untuk Allah. Maka malaikat berkata: Peganglah hartamu itu semua, karena kamu sekalian hanya sekedar diuji, kamu telah diridai Tuhan, sedangkan kedua sahabatmu telah dimurkai Allah. (Shahih Muslim No.5265)




• Hadis riwayat Saad bin Abu Waqqash ra., ia berkata:

Demi Allah, aku adalah orang Arab pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah. Kami pernah berperang bersama Rasulullah dan tidak ada makanan yang dapat kami makan selain daun hublah dan daun samur (dua macam tanaman padang pasir), sehingga kotoran kami seperti kotoran kambing. Kemudian keesokan harinya Bani Asad mengajariku pengetahuan agama. Kalau demikian, sungguh aku telah gagal dan usahaku sia-sia. Dan Ibnu Numair tidak mengatakan: Kalau demikian. (Shahih Muslim No.5267)



• Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:

Sejak berpindah ke Madinah, keluarga Muhammad tidak pernah merasa kenyang karena makan gandum selama tiga malam berturut-turut sampai beliau wafat. (Shahih Muslim No.5274)

• Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:

Kami, keluarga Muhammad sering hidup selama satu bulan tidak menyalakan api (memasak), karena makananannya hanya kurma dan air. (Shahih Muslim No.5280)



• Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:

Ketika Rasulullah wafat, di lemariku tidak ada sesuatu yang dapat dimakan manusia, kecuali setengah roti gandum yang berada dalam sebuah lemari milikku lalu aku memakan sebagian untuk beberapa lama, kemudian aku timbang ternyata telah habis. (Shahih Muslim No.5281)



• Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:

Rasulullah wafat ketika orang-orang sudah kenyang memakan kurma dan air. (Shahih Muslim No.5284)

• Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Dalam riwayat Ibnu Abbad: Demi Tuhan yang jiwa Abu Hurairah berada dalam genggaman-Nya, belum pernah Rasulullah membuat keluarganya kenyang selama tiga hari berturut-turut dengan roti gandum sampai beliau wafat. (Shahih Muslim No.5286)



1. Janganlah memasuki daerah kaum yang menganiaya diri mereka sendiri, kecuali dengan menangis

• Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda kepada Ashabul Hijr: Janganlah kamu sekalian memasuki daerah kaum yang telah disiksa, kecuali jika kamu sekalian menangis. Kalau kamu tidak menangis, janganlah memasuki daerah mereka agar kalian tidak tertimpa apa yang menimpa mereka. (Shahih Muslim No.5292)



2. Berbuat baik kepada janda, orang miskin dan anak yatim

• Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Dari Nabi saw. beliau bersabda: Orang yang membiayai para janda dan orang miskin itu bagaikan seorang pejuang di jalan Allah. Aku mengira beliau menambahkan: Dan bagaikan orang yang selalu menjalankan salat malam tanpa henti atau bagaikan orang yang selalu berpuasa tanpa berbuka. (Shahih Muslim No.5295)



3. Orang yang menyekutukan Allah dalam amalnya (riya)

• Hadis riwayat Jundub Al-Alaqiy ra., ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa mencari popularitas dengan amal perbuatannya, maka Allah akan menyiarkan aibnya dan barang siapa yang riya dengan amalnya, maka Allah akan menampakkan riyanya. (Shahih Muslim No.5302)



4. Berucap satu kata buruk akan jatuh ke dalam neraka

• Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:

Bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sungguh ada seorang hamba yang mengucapkan satu kata (buruk) sehingga ia terjerumus ke dalam neraka lebih dalam dari jarak antara timur dan barat. (Shahih Muslim No.5303)



5. Siksaan orang yang memerintahkan kebaikan, tetapi ia tidak mengerjakannya dan melarang berbuat kemungkaran, tetapi ia mengerjakannya

• Hadis riwayat Usamah bin Zaid ra., ia berkata:

Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Pada hari kiamat nanti seorang lelaki dilemparkan ke dalam neraka, lalu seluruh isi perutnya keluar, kemudian ia berputar membawa isi perutnya itu seperti seekor keledai memutari penggilingan. Lalu penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya: Hai Fulan, kanapa kamu disiksa seperti ini, bukankah kamu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran? Ia jawab: Benar, aku dahulu menyeru kepada kebaikan, tetapi aku tidak melakukannya dan mencegah kemungkaran namun aku tetap menjalankannya. (Shahih Muslim No.5305)



6. Larangan membuka aib sendiri

• Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Semua umatku akan ditutupi segala kesalahannya kecuali orang-orang yang berbuat maksiat dengan terang-terangan. Masuk dalam kategori berbuat maksiat terang-terangan adalah bila seorang berbuat dosa di malam hari kemudian Allah telah menutupi dosanya, lalu dia berkata (kepada temannya): Hai Fulan! Tadi malam aku telah berbuat ini dan itu. Allah telah menutupi dosanya ketika di malam hari sehingga ia bermalam dalam keadaan ditutupi dosanya, kemudian di pagi hari ia sendiri menyingkap tirai penutup Allah dari dirinya. (Shahih Muslim No.5306)



7. Mendoakan orang yang bersin dan makruh menguap

• Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:

Dua orang bersin di dekat Rasulullah saw., beliau mendoakan salah seorangnya dan membiarkan yang lain. Orang yang tidak didoakan itu berkata: Si Fulan bersin kemudian engkau mendoakannya, tetapi aku bersin, engkau tidak mendoakanku. Beliau bersabda: Orang ini memuji Allah tetapi kamu tidak memuji Allah. (Shahih Muslim No.5307)



• Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:

Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Menguap itu termasuk dari (gangguan) setan, maka jika seorang dari kamu menguap, hendaklah ia menahan semampunya. (Shahih Muslim No.5310)

8. Tentang tikus jelmaan

• Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda: Satu kaum dari Bani Israel telah hilang-lenyap tanpa diketahui sebab apa yang telah dikerjakan dan tidak terlihat, kecuali (dalam bentuk) tikus. Tidakkah kamu lihat, jika (tikus tiu) diberi susu unta, ia tidak meminumnya, tetapi jika diberi susu kambing ia meminumnya. (Shahih Muslim No.5315)



9. Orang mukmin tidak boleh dua kali jatuh dalam lubang yang sama

• Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:

Dari Nabi saw., beliau bersabda: Seorang mukmin tidak boleh dua kali jatuh dalam lubang yang sama. (Shahih Muslim No.5317)

10. Larangan memuji secara berlebihan dan dikhawatirkan dapat menimbulkan akibat buruk bagi yang dipuji



• Hadis riwayat Abu Bakrah ra., ia berkata:

Seorang lelaki memuji orang lain di hadapan Nabi saw. maka beliau bersabda: Celaka kamu! Kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu! Beliau mengucapkannya berulang-ulang. Apabila seorang di antara kamu terpaksa harus memuji temannya, hendaklah ia berkata: Aku mengetahui kebaikan si Fulan namun Allah lebih mengetahui keadaannya, dan aku tidak memberikan kesaksian kepada siapa pun yang aku ketahui di hadapan Allah karena Allah lebih mengetahui keadaannya yang sebenarnya. (Shahih Muslim No.5319)



• Hadis riwayat Abu Musa ra., ia berkata:

Nabi saw. mendengar seorang memuji orang lain secara berlebih-lebihan, maka beliau bersabda: Sungguh kamu telah membinasakannya atau telah memotong punggung orang itu. (Shahih Muslim No.5321)



11. Tentang sikap berhati-hati dalam menerima hadis dan hukum mencatat ilmu

• Hadis riwayat Aisyah ra.:

Dari Urwah ia berkata: Abu Hurairah ra. pernah meriwayatkan suatu hadis dengan berkata: Wahai pemilik kamar, dengarkanlah! Wahai pemilik kamar, dengarkanlah! Ketika itu Aisyah sedang salat lalu setelah menyelesaikan salatnya, ia berkata kepada Urwah: Apakah kamu tidak mendengar ucapan orang ini tadi? Karena sesungguhnya Nabi saw. jika mengucapkan suatu hadis, jika ada yang menghitungnya, maka ia pasti dapat menghitungnya. (Shahih Muslim No.5325)

Mengembara ke alam jin



Jin memang wujud. Orang Islam wajib percaya akan wujudnya makhluk jin karena ia disebut di dalam Al Quran. Firman Allah:

Maksudnya; "Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Aku". (Az-Zaariat:56)

Tuhan ada berfirman bahwa alam yang diciptaNya ada dua bentuk. Ada alam ghaib dan ada alam nyata atau alam syahadah. Alam nyata ialah alam yang mata lahir dapat nampak. Alam ghaib, mata lahir tidak dapat nampak tetapi dapat dirasakan oleh hati.



Merasakan wujudnya alam ghaib dengan hati ada dua peringkat. Pertama, terasa akan adanya alam ghaib itu. Yaitu yakin dan percaya tentang alam ghaib semata-mata berdasarkan rasa saja. Tidaklah sampai dapat melihat seperti mata lahir . Peringkat kedua ialah hati dapat melihat seperti mana mata lahir melihat. Bukan sebatas rasa saja tetapi mata bathin dapat melihat seperti mana mata lahir melihat. Yakni betul-betul nampak.



Bila dikatakan alam ghaib, ia tidak termasuk Tuhan. Tuhan juga ghaib tetapi Tuhan bukan alam. Tuhan itu tersendiri. Maha Suci Tuhan dari menyerupai alam. Alam adalah apa saja selain Tuhan. Alam adalah ciptaan Tuhan dan dinamakan makhluk. Tuhan itu Pencipta atau Khaliq. Ghaibnya Tuhan tidak sama dengan ghaibnya alam.



Alam ghaib ini ada beberapa kategori. Yang tertinggi ialah alam malaikat. Kedua alam jin dan ketiga alam ruh muqaddasah. Malaikat diceritakan dalam Quran dan Hadis. Malaikat lebih dahulu diciptakan dari jin. Ia dijadikan dari cahaya manakala jin dicipta dari api. Oleh itu malaikat lebih ringan ciptaannya dari jin karena cahaya lebih ringan dari api. Sebab itu juga bilangan malaikat lebih ramai dari jin. Nisbahnya pada setiap sepuluh malaikat satu jin. Juga disebabkan malaikat dicipta dari cahaya, perjalanannya lebih cepat dari jin.



Jin pula lebih dahulu dicipta dari manusia. Kalau jin dijadikan daripada api, manusia dijadikan daripada tanah. Sebab itu manusia berbentuk jisim yang pejal, lebih lambat pergerakannya. Sebab itu juga jin lebih ramai bilangannya daripada manusia. Nisbahnya setiap sepuluh jin satu manusia. Malaikat lebih ramai dari jin dan jin pula lebih ramai dari manusia dengan nisbah 10:1 .



Ruh muqaddasah pula sebenarnya adalah manusia. Muqaddasah itu maksudnya suci. Roh muqaddasah ialah ruh yang suci. Ruh muqaddasah atau ruh yang suci ini peranannya lebih kuat dari peranan jasad. Ruh muqaddasah ini dia mutassarif atau aktif, lebih aktif dari fisiknya.



Ruh muqaddasah ini pula, ada ruh orang yang masih hidup dan ada ruh orang yang sudah mati. Sebab itu, tidak heran orang yang kasyaf kadang-kadang dapat melihat orang yang masih hidup di suatu tempat sedangkan fisiknya yang sesungguhnya berada di tempat lain. Ada juga orang kasyaf yang melihat ruh muqaddasah orang yang sudah mati. Oleh karena umumnya ruh muqaddasah tidak dapat dilihat oleh mata kasar, maka ia dikatakan ghaib juga.



Jadi , ruh muqaddasah ini, walaupun fisik hidup atau mati, ruhnya sangat berperanan. Namun , ruh muqaddasah orang yang sudah mati lebih berperanan dari ruh muqaddasah orang yang masih hidup. Ini karena orang yang masih hidup masih terikat dengan jasad lahir. Kalaupun ruhnya dapat keluar secara halus, secara mata tidak dapat lihat, dia tetap masih terhubung dengan jasad lahirnya. Ini tidak berlaku kepada ruh orang yang sudah mati. Itu sebab ruh muqaddasah orang yang sudah mati lebih laju dan lebih aktif dari ruh muqaddasah orang yang masih hidup.. Contohnya, kalau ada dua orang wali, yang kedua-duanya sudah menjadi ruh muqaddasah, kalau seorang masih hidup dan seorang lagi sudah mati, ruh wali yang sudah mati itu akan lebih berperanan, lebih aktif dan lebih laju bekerja dari ruh wali yang masih hidup.



Berbalik kepada kisah jin, dia ada dua peringkat. Ada jin Islam dan ada jin kafir. Jin ini pula macam manusia juga. Dia ada bermacam-macam jenis, bangsa dan etnik. Tabiat bangsa dan etnik jin inipun tidak sama di antara satu dengan lain.



Seperti juga manusia yang banyak bangsa dan etnik, tabiat dan ragam asli antara etnik tidak sama. Bangsa Cina dan Melayu ada watak-wataknya yang tersendiri. Orang Putih (Barat) ada wataknya yang tersendiri pula. Bahkan etnik dalam satu rumpun bangsa pun wataknya tidak sama. Orang Banjar dan orang Jawa, wataknya berbeza. Malahan orang Melayu yang berlainan kawasan pun berbeda wataknya. Orang Melayu Johor dan Melayu Kelantan lain. Mereka ini sedikit-sedikit ada perbedaan watak. Begitu juga jin. Ada yang kasar dan ada yang lembut sedikit. Ada yang garang dan ada yang sederhana.



Jin itu watak asalnya jahat. Betapalah jenis yang kasar, dia lagi jahat. Sebab itu dikatakan, sebaik-baik jin adalah sejahat-jahat manusia. Kalau kita pilih seorang manusia yang paling jahat, kalau dia jin, dia adalah yang paling baik.



Namun demikian, jahatnya jin itu ada juga batasnya. Tidak ada jin yang sebegitu jahat sampai mengaku dirinya Tuhan seperti Firaun dan Namrud. Tidak ada pula jin yang sebegitu baik sampai mengatasi baiknya Rasulullah dan para Nabi. Para Nabi dan Rasul tidak diangkat dari kalangan jin. Umumnya jin lebih jahat dari manusia tetapi tidak ada yang ekstrem jahatnya seperti Firaun dan Namrud dan tidak ada yang ekstrem baiknya seperti Rasulullah SAW. Hanya manusia yang ada baiknya secara ekstrem dan jahat secara ekstrem.



Jin ini melihat Iblis dan bergaul bersama-samanya di alam ghaib. Jin Islam bergaul dengan jin kafir. Mereka makan bersama, bekerja bersama, berniaga bersama, ada yang menikah antara satu sama lain, sama-sama duduk dalam satu kantor, sama-sama jadi kerani (clerk) dan sebaginya. Sebab itu jin Islam lebih banyak dirusakkan oleh jin-jin kafir. Sebab mereka bergaul bersama dan mereka sama jenis. Mereka mudah terpengaruh.



Macam kita manusia juga, kalau bergaul dengan bangsa jahat seperti orang Barat dan Yahudi, habislah kita jadi Barat dan Yahudi. Semuanya dapat bertukar jadi Barat dan Yahudi. Yang tidak dapat bertukar hanyalah warna kulit dan bentuk hidung. Ini musti buat operasi pelastik.



Jin kurang berhasil dalam usaha merosakkan iman manusia berbanding iman sesama jin. Ini karena manusia dan jin berlainan jenis, dan manusia tidak dapat nampak dan tidak dapat bergaul dengan mereka. Itupun banyak manusia yang kafir, banyak yang zalim dan yang fasik. Betapalah kalau jin dan manusia sama-sama dapat bergaul.



Bila jin menjadi kafir, dia dipanggil syaitan. Syaitan itu maksudnya merasuk. Kerja jin kafir atau syaitan ialah merasuk dan menyesatkan orang. Jin Islam tidak dapat dikatakan syaitan.

Kehidupan jin betul-betul macam manusia. Ada kerajaannya, ada masyarakat, ada kantornya, ada mahkamahnya, ada nikah kahwin. Tempat tinggal jin ajaib dan aneh. Ada yang tinggal di gunung-gunung, hutan-hutan, laut, kawasan sungai dan hulu-hulu sungai. Ada juga jenis jin yang bergaul dengan manusia.



Jin yang tinggal di suatu negara, biasanya ikut bahasa manusia setempat. Kalau di Tanah Arab, jin berbahasa Arab, kalau di Tanah Melayu, jin berbahasa Melayu. Dia tidak tahu bahasa Arab. Kalau jin yang duduk di Negara Cina maka bahasanya bahasa Cinalah. Mereka pun belajar dan berguru dengan manusia.



Rupa asal jin sangat hodoh (jelek) dan buruk. Ia menakutkan. Kalau manusia terlihat jin ini hidupnya jadi huru hara dan ketakutan. Manusia tidak akan aman. Dengan rahmat Tuhan, alam jin dihijab (ditutup) dari pandangan manusia. Tetapi alam manusia tidak dihijab dari pandangan jin. Sehodoh-hodoh manusia adalah secantik-cantik jin.



Walaupun rupa asal jin itu jelek tapi dia dapat menyerupai berbagai rupa. Dia dapat merupa benda seperti kain, tas, batang kayu, binatang dan juga manusia, tetapi paling banyak dia menyerupai binatang. Ini termasuklah ular, kala jengking, lipan dan jenis-jenis binatang lain yang berbisa. Kalau dia menyerupai binatang seperti ini, rupanya lebih aneh dan lebih hebat dari yang biasa. Kalau dia dibunuh ketika dia sedang menyerupai binatang , dia akan mati.



Sebab itu Tuhan ajar kita, kalau jumpa binatang berbisa di tengah jalan atau di dalam rumah, musti berhati-hati. Jangan langsung bunuh walaupun dalam Islam hukumnya sunat. Usir dua tiga kali dahulu. Kalau dia tidak lari baru dibunuh. Takut-takut dia adalah jin yang sedang berubah bentuk. Kalau kita terus bunuh dan dia sebenarnya jin yang sedang merupa, mungkin keluarganya akan marah dan akan bertindak terhadap kita. Banyak orang yang dirasuk dan diganggu oleh jin disebabkan mereka ada buat silap dengan jin. Kalau setelah dihalau dua tiga kali tetap juga tidak pergi maka jelas itu bukan jin. Dapat kita bunuh.



Ada cerita dalam kitab, seorang soleh telah membunuh seekor ular. Maka pada malamnya, dia ditangkap dan dibawa oleh jin ke negeri jin. Di negeri jin itu berjalan hukum Islam. Hakim jin itu pun Islam. Maka orang soleh dan keluarga jin yang dibunuh oleh orang soleh tadi dibawa ke mahkamah. Bila perbicaraan bermula maka menangislah keluarga jin sambil berkata kenapa ahli keluarga mereka dibunuh. Bila hakim jin bertanya kepada orang soleh tersebut mengapa dia bunuh ular itu, dia menjawab karena dalam ajaran Islam, sunat hukumnya saya membunuh ular dan binatang-binatang yang berbisa. Saya buat atas arahan Tuhan dan saya dapat pahala. Yang salah adalah orang Tuan. Kenapa dia merupa ular. Salah dialah. Saya musti bunuh ular karena itu sunat hukumnya.



Hakim jin menghukum bahwa yang salah dalam kes (kasus) ini bukan manusia tetapi pihak jin. Dia batalkan tuduhan. Hakim arahkan polisi jin supaya mengembalikan orang soleh itu kembali ke alam manusia. Kalau dia bukan orang soleh dan tidak dapat menjawab sudah tentu dia kena hukum. Orang soleh itulah yang menulis kisah ini dalam kitab. Hujah ini hujah yang kuat.



Umur jin sangat lama berbanding umur manusia yang lebih kurang 63 tahun. Jin dapat hidup sampai 1500 tahun hingga 2000 tahun. Ada jin yang hidup di zaman Rasulullah SAW yang masih hidup pada hari ini.



Makanan jin adalah wap (uap) dari tulang dan tulang sum-sum binatang. Itu sebab dalam syariat Islam makruh kita memakan tulang dan tulang som-som. Ada lagi cerita tentang jin dalam kitab. Sesetengah orang soleh dapat menundukkan jin, mengguna dan memperalatkan mereka. Kita tahu, dalam sejarah, ada sahabat yang hilang unta di padang pasir. Di padang pasir banyak rijalul ghaib. Mereka berkata; Ya Rijalul ghaib, kembalikan untaku yang hilang. Maka unta itu dikembalikan. Ini tawassul namanya.



Pernah Rasulullah SAW berjalan-jalan dengan beberapa orang sahabat dan singgah di suatu kampung jin. Rasulullah beritahu para sahabat supaya tunggu dan jangan ikut, sebab dia mahu masuk ke kampung jin untuk mengajar . Cerita ini masyhur dalam sejarah. Para sahabat hanya melihat asap. Sebab adakalanya jin menyerupai asap karena dia berasal dari api. Tetapi Rasulullah melihat betul-betul jin itu dan mengajar mereka pula.



Ada cerita tentang Nabi Sulaiman di dalam Quran yang hendak membawa istana Balqis dari Yaman ke Palestin yang jauhnya beribu-ribu mil. Antara mukjizat Nabi Sulaiman diperintahnya jin untuk membawa istana tersebut. Jin pun bari tahu dia akan bawa istana itu kepada Nabi Sulaiman selama mana Nabi Sulaiman berubah tempat. Tidakkah itu hebat.



Namun ada lagi yang lebih hebat. Seorang wali Allah yang bernama Asif Barhaya yang turut berada dalam majlis itu berkata saya dapat pindahkan istana Balqis ke hadapan tuan dalam sekelip mata. Maka tertantang jin. Dia hendak ambil hati Nabi Sulaiman dan hendak tunjuk bahwa dia gagah. Tetapi ada manusia bertaraf wali yang menantang dia.



Rupanya di sini kalau ruh muqaddasah bekerja, jin pun dapat kalah. Rasulullah dapat tundukkan jin. Para wali juga dengan karomah mereka dapat menundukkan jin dengan kekuatan diri mereka sendiri. Tetapi kalau ada murid yang dapat nampak jin atau dapat gunakan jin, dan merasakan itu adalah karena berkat gurunya, maka dia akan selamat. Yang tidak selamat biasanya orang yang kasyaf, nampak jin dan dapat guna jin tapi tidak ada guru atau ada guru tetapi hatinya telah berubah. Dia rasa bukan berkat gurunya lagi tetapi dia rasa dirinya sudah jadi wali, sudah ada karomah sendiri. Itu yang rosak. Orang yang dapat arahkan jin dan nampak jin dengan berkat gurunya, kalau dia berhadapan dengan jin yang garang sangat atau degil sangat, maka biasanya ruh muqaddasah gurunya turut hadir atau dia jual nama gurunya.



Begitulah rahsia jin. Jin ada disebut dalam Quran dan dalam hadis. Siapa menolak kewujudan jin ertinya dia menolak Quran dan Hadis. Jin macam malaikat juga. Quran kata ada, adalah. Tetapi aneh, tentang malaikat banyak orang terima tetapi tentang jin banyak orang tolak. Yang dikatakan orang Bunian, Kuntilanak, Pelesit, Tuyul, Polong, Langsui, Hantu Raya dan berbagai-bagai lagi itu asalnya ialah jin. Oleh karena sukunya dan perangainya tidak sama maka orang bedakan dengan nama-nama yang berlainan.



Adapun orang yang berhubung dengan jin atas dasar mukjizat dan karomah, maka dia kuat. Jin pun takut dan hormat pada dia. Orang yang dapat berhubung dengan jin atas dasar berkat tuan guru, dia tidak dapat sekali-kali terputus dengan gurunya. Orang yang berusaha untuk berhubung dengan jin, itu dinamakan amalan atau ilmu khadam. Bahaya ilmu dan amalan khadam ini, dia terpaksa tunduk dengan jin. Jin akan bagi syarat buat begitu dan buat begini. Kadang-kadang arahan jin itu bertentangan dengan syariat. Ini yang rusak.