Saturday, August 7, 2010

permata



Darul Jalal, daripada Lu’Lu (Mutiara) yang putih [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan ]
Darus Salam, daripada Yaqut yang merah [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]
Jannatul Ma’wa, daripada Zabarjad yang hijau [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]



Jannatul Khuld, daripada Marjan yang kuning [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]
Jannatun Na’im, daripada Perak yang putih [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]
Jannatul Firdaus, daripada Emas yang merah [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]



Jannatu ‘Adn, daripada Mutiara yang putih [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]
Allah swt telah menjadikan ‘Adn dengan tangan-Nya satu bata daripada Mutiara yang putih, dan satu bata daripada Yaqut yang merah, dan satu bata daripada Zabarjad yang hijau. Pagarnya kasturi, rumputnya za’faran, anak batunya Lu’Lu (Mutiara) dan tanahnya ‘Anbar [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]
Ghulam (budak-budak) yang berkhadam kepada penghuni syurga dilihat seolah-olah seperti Mutiara yang bertaburan [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]




Tiang-tiang bagi Baitul Makmur terdiri daripada permata Yaqut merah, Zabarjad hijau, Emas merah dan Perak putih [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]
Mimbar tempat malaikat Mikail membaca khutbah di Baitul Makmur dijadikan daripada Yaqut merah, manakala manarah (menara) tempat malaikat Jibril menyeru bang dijadikan daripada Perak [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]
Pelana bagi unta dari nur yang menerbangkan orang mukmin yang melalui titian




Shirathal Mustaqim dijadikan daripada Yaqut dan Zabarjad [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]
Hajarul Aswad merupakan Yaqut putih dari syurga, asalnya terlebih putih daripada susu, dan hitamnya itu daripada dosa anak Adam [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]
Dikatakan bahawa langit itu lebih putih daripada susu, adapun ia nampak hijau adalah kerana kehijauan Jabal Qaf dan langit itu (langit pertama) dinamakan Raqi’ah. Langit kedua terdiri dari besi yang memancarkan cahaya, namanya Fidum atau Ma’un [Mukasyafah Al-Qulub - Imam Al-Ghazali]
Langit ketiga dari tembaga dan biasa disebut Malakut [Mukasyafah Al-Qulub - Imam Al-Ghazali]




Langit keempat dari emas putih menyilaukan mata, namanya Zahirah. [Mukasyafah Al-Qulub - Imam Al-Ghazali]
Langit kelima dari emas merah biasa disebut Mazinah atau Masharah. [Mukasyafah Al-Qulub - Imam Al-Ghazali]
Langit keenam dari Jauharah, namanya Dami’ah. [Mukasyafah Al-Qulub - Imam Al-Ghazali]
Langit ketujuh inilah adanya Baitul Makmur yang mempunyai empat tiang. Salah satu tiangnya terdiri dari Yaqut merah. Sedang yang tiga lain dari Zabarjud hijau, Perak putih dan Emas merah [Mukasyafah Al-Qulub - Imam Al-Ghazali]




Allah swt menjadikan satu malaikat yang mana satu sayapnya daripada Zabarjad hijau yang sampai ke Timur dan satu sayap daripada Yaqut merah yang sampai ke Barat, serta ianya ditatahkan pula dengan Mutiara, Yaqut dan Marjan. Tugas malaikat ini adalah untuk menyeru setiap malam: “Adakah daripada orang yang meminta, maka diberikan pintanya! Adakah daripada orang yang mendoa, maka diperkenankan doanya, adakah daripada orang yang taubat, maka diterimakan taubat atasnya, adakah daripada orang yang meminta ampun, maka diampunkan baginya hingga naik fajar” [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]



Segala masjid di dunia akan di hasyarkan pada hari Qiamat yang mana ianya seolah-olah seperti unta yang kakinya putih seperti ‘anbar dan tengkuknya daripada za’faran, kepalanya daripada Kasturi dan tali hidungnya daripada Zabarjad. Semua orang beriman dan para imam akan menyambut dan mengalu-alukannya, manakala orang-orang yang memelihara sembahyang akan mengikutinya. [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]



Sesiapa yang menyeru orang fakir pada hari raya dan diberi makan mereka sesuatu yang mereka ingin, maka Allah Taala akan memberi satu mahligai daripada nur dan Mutiara dan Yaqut, serta diberi makanan daripada makanan syurga kepadanya [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]



Allah swt telah memakbulkan doa seorang ibu kepada anaknya yang telah banyak berbakti kepadanya “Hai Tuhanku, rezekikan oleh Mu akan dia bahagia dan jadikan baginya suatu tempat kemudian daripada matiku, tiada pada bumi dan tiada pada langit tempat ketetapannya.” dengan ditempatkan dalam sebuah kubah daripada Mutiara yang putih di sebuah laut yang dalam sebagaimana yang ditemui oleh Nabi sulaiman as dalam kisah baginda [Al-Jawhar Al-Mauhub Wa Muhabbihat Al-Qulub - Syeikh Wan Ali Kutan]



Dirawikan dari Ali ra bahawa Kursi itu merupakan lu’lu’ (mutiara) yang panjangnya hanya diketahui oleh Allah sahaja. Dalam khabar disebutkan bahawa langit dan bumi bersama Kursi bagaikan sebuah lingkaran dalam sebuah Padang luas. Ibnu Majah mengatakan bahawa langit itu ada di tengah Kursi, sedangkan Kursi ada di hadapan Arasy [Mukasyafah Al-Qulub - Imam Al-Ghazali]



Arasy adalah sebuah jisim yang terdiri dari Nur yang tinggi di atas Kursi. Sedang Kursi berbeza halnya dengan Arasy. Ini berbeza dengan pendapat Hasan al-Basri. Dikatakan: Al-Kursi dari Yaqut merah. Dikatakan lagi dari permata hijau, juga dikatakan dari permata putih, yang lain mengatakannya dari Nur. Namun yang lebih baik adalah tidak menentukannya saja secara pasti [Mukasyafah Al-Qulub - Imam Al-Ghazali]

Wednesday, August 4, 2010

Keutamaan Lailatul Qadar



Ibn Abbas r.a. meriwayatkan , rasulullah SAW pernah bercerita bahwa beliau mendapat wahyu dari Allah tentang seorang laki-laki Bani Israil yang berjihad di jalan Allah selama seribu bulan tanpa henti. Rasulullah SAW sangat kagum , lalu beliau berdoa, “Tuhanku , Engkau telah menjadikan umatku orang-orang yang pendek usia dan sedikit amalan”.



Kemudian Allah memberi keutamaan kepada Rasulullah SAW dengan memberikan Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan yang digunakan oleh laki-laki Bani Israil itu berjihad di jalan Allah.

Nama laki-laki Bani Israil itu adalah Syam’un (Samson). Ia berperang melawan kaum kafir selama seribu bulan tanpa henti. Ia diberi kekuatan dan keberanian yang membuat musuh-musuhnya ketakutan. Lalu kaum kafir mendatangi istri Syam’un. Mereka membujuk istrinya bahwa mereka akan memberi hadiah perhiasan emas jika ia dapat mengikat suaminya. Menurut perkiraan mereka, Syam’un dapat ditangkap dengan mudah jika dalam keadaan terikat.



Ketika Syam’un sedang tidur, secara diam-diam istrinya mengikat badan Syam’un dengan tali. Namun, ketika Syam’un bangun, dengan mudahnya ia memutuskan tali-tali yang mengikat tubuhnya.

“Apa maksudmu berbuat demikian kepadaku?” tanya Syam’un kepada istrinya.

“Aku hanya ingin menguji kekuatanmu,” jawab istrinya pura-pura.



Kaum kafir itu tidak putus asa. Lalu mereka memberi rantai kepada istri Syam’un dan memerintahkannya agar mengikat suaminya dengan rantai itu. Istri Syam’un segera melaksanakannya. Namun, sebagaimana kejadian sebelumnya, dengan mudah Syam’unmemutuskan rantai besi yang mengikat tubunya.



Iblis mendatangi kaum kafir, lalu berkata kepada mereka agar memerintahkan istri Syam’un untuk bertanya kepada suaminya di mana letak kelemahannya. Setelah dibujuk, Syam’un mengatakan kepada istrinya bahwa kelemahannya ada pada delapan jambul dikepalanya. Ketika Syam’un tidur, istrinya memotong delapan jambul suaminya itu lalu mengikatkannya pada tubuhnya. Empat jambul digunakan untuk mengikat tangan dan empat jambul lagi untuk mengikat kakinya. Syam’un tidak mampu melepaskan dirinya dari ikatan itu karena itulah kelemahannya.



Akhirnya, kaum kafir dapat menangkap Syam’un. Lalu mereka menyiksanya. Telinga dan bibir Syam’un dipotong lalu badannya digantung disuatu tiang yang sangat tinggi. Syam’un berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan untuk melepaskan diri dari penyiksaan musuh-musuhnya. Allah mengabulkan do’a Syam’un, hingga ia dapat melepaskan diri dari tali-tali yang menjeratnya dan menghancurkan tiang yang dipakai untuk menggantungnya . Semua kaum kafir mati tertimpa tiang tersebut.



Para sahabat Rasulullah SAW sangat kagum mendengar cerita itu. Mereka bertanya,” Ya Rasulullah , dapatkah kami meraih pahala sebagaimana yang diperoleh Syam’un?”
“Aku sendiri tidak tahu, ” jawab Rasulullah SAW.

Kemudian beliau berdoa kepada Allah . Allah mengabulkannya dengan memberi malam Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan yang dipakai Syam’un berjihad di jalan Allah.



Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Jika datang malam Lailatul Qadar, malaikat Jibril turun ke Bumi diiringi para malaikat yang lain Mereka memberi salam kepada setiap orang yang berzikir kepada Allah. Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurayrah, dikatakan bahwa pada malam Lailatul Qadar, para malaikat turun ke Bumi dengan jumlah yang tidak dapat dihitung. Mereka turun dari pintu-pintu langit yang terbuka bagaikan cahaya yang memancar. Terbukalah kerajaan malakut pada saat itu. Bagi orang yang terbuka hijabnya, ia dapat melihat malaikat yang sedang berdiri, rukuk, dan sujud kepada Allah sambil berzikir dan bertasbih. Di antara mereka ada yang dapat melihat surga dan neraka dengan segala isisnya.



Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Barangsiapa menghidupkan malam kedua puluh tujuh dari bulan Ramadhan sampai
Subuh, hal itu lebih dicintai Allah daripada melaksanakan salat di seluruh malam pada bulan itu.”

Fathimah bertanya,”Ayah, apa yang harus dilakukan oleh orang-orang yang tidak mampu menghidupkan malam itu karena sakit?”



Rasulullah SAW menjawab,”Mereka tidak perlu menyingkirkan bantal-bantal mereka, hendaklah mereka duduk lalu berdoa kepada Allah pada malam itu. Itu lebih disukai Allah daripada salat umatku pada malam Ramadhan.”

Aisyah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,” Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar, lalu melaksanakan salat dua rakaat dan memohon ampunan Allah, Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan memberikan rahmat-Nya; malaikat Jibrilpun akan membelai dengan sayapnya. Barangsiapa yang dibelai sayap malaikat Jibril, ia akan masuk surga.”



Dikutip dari buku menyingkap hati mendekati Ilahi, karya Al Ghazali
Makna Lailatul Qadar

Di antara keistimewaan bulan Ramadhan adalah adanya satu malam yang Allah sebut ”lebih baik daripada seribu bulan”. Malam itu adalah Lailatul Qadar. Secara kebahasaan, kata qadar di dalam Alquran setidaknya dimaksudkan untuk tiga arti: penetapan dan pengaturan, kemuliaan, dan sempit.



Berdasarkan arti pertama, Lailatul Qadar berarti suatu malam di mana segala hal yang menyangkut alam dunia ini ditetapkan dan diatur. Maka, Lailatul Qadar dalam pengertian ini adalah penetapan kembali sejarah kehidupan manusia. Karena, ia adalah awal penetapan kembali takdir Allah, maka umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa dianjurkan bertadarus Alquran sebanyak mungkin, beriktikaf, dan ibadah-ibadah lain seperti dicontohkan Rasulullah.



Tadarus Alquran berarti memahami segala kandungan Alquran secara menyeluruh, tidak sepotong-sepotong. Sehingga, Alquran benar-benar menjadi bagian dalam hidup kita yang hakiki. Selain itu, Nabi juga menganjurkan memperbanyak iktikaf di dalam masjid. Ini yang selalu beliau praktikkan terutama pada 10 hari terakhir Ramadhan.

Dalam iktikaf, seseorang dianjurkan memperbanyak evaluasi dan introspeksi diri, menyadari segala kesalahan yang lalu, dan merenungi kebesaran Allah. Selanjutnya memandang masa depan secara positif, bertekad memperbaiki diri sendiri untuk tidak melakukan berbagai dosa dan kesalahan. Pada saat yang sama, bertekad meningkatkan amaliah sehari-hari yang diridhai Allah.



Lailatul Qadar menurut makna kedua yaitu kemuliaan. Surat Al-Qadar menjelaskan kemuliaan ini adalah disebabkan adanya berbagai peristiwa istimewa. Di antaranya peristiwa turunnya Alquran. Karena Lailatul Qadar merupakan diturunkannya Alquran di samping malam ditetapkannya segala sesuatu, maka hakikatnya ia lebih baik dari apa pun juga.

Alquran menggambarkannya dengan hitungan seribu bulan. Artinya, bahwa ketika seseorang dalam perenungannya memahami kebesaran Allah dengan membaca ayat demi ayat Alquran beserta memahami maknanya, maka saat itulah momen Lailatul Qadar akan menemuinya. Malam itu tidak akan menemui orang-orang yang belum siap, dalam artian bahwa jiwanya belum mampu untuk menerimanya. Ia hanya menghampiri orang-orang yang sejak awal Ramadhan benar-benar telah siap, yaitu orang-orang yang selalu menghidupi malam-malamnya dengan ibadah kepada-Nya.

Makna ketiga dari kata qadar adalah sempit. Ia dikatakan sempit karena banyaknya malaikat Allah yang turun memberikan ketenangan dan kedamaian pada jiwa manusia hingga waktu pagi datang. Mengenai malaikat yang turun ini, ulama Muhammad Abduh mengilustrasikan mereka sebagai bisikan yang baik.

Turunnya malaikat pada Lailatul Qadar menemui orang yang mempersiapkan diri menyambutnya berarti bahwa ia selalu disertai oleh malaikat, sehingga jiwanya selalu terdorong untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Jiwanya akan selalu merasakan kedamaian yang tidak terbatas sampai fajar Lailatul Qadar, tetapi sampai akhir hayat menuju fajar kehidupan baru di hari kemudian kelak.

Tuesday, August 3, 2010

sidratul muntaha



Tujuan utama perjalanan Isra Mi’raj adalah menghadap Allah Subhaanahu Wataala di suatu tempat di dekat Pohon Sidratul Muntaha, di atas langit ketujuh yang berdekatan dengan Surga. Dituturkan dalam Al Qur’an Surat Al Najm (53:18), di sanalah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam menyaksikan sebagian tanda-tanda kebesaran Tuhan.



Muhammad Asad, seorang mufasir Al Qur’an mengungkapkan bahwa Pohon Sidratul Muntaha memiliki makna simbolik. Pohon ini dikenal juga dengan pohon lotus (pohon teratai, bidara atau seroja, yang penuh duri dan biasa terdapat di padang pasir). Sejak zaman Mesir kuno, pohon ini dianggap lambang kebijaksanaan (wisdom). Dengan kata lain, Sidratul Muntaha ialah lambang kebijaksanaan tertinggi dan terakhir, yang tentunya hanya dapat dicapai oleh manusia pilihan, seperti Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.



Makna simbolik lainnya yaitu kerindangan dan keteduhan yang melambangkan kedamaian dan ketenangan. Jika Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam telah sampai ke Sidratul Muntaha, berarti beliau mencapai tingkat kedamaian, ketenangan dan kemantapan yang tinggi

Dalam Kitab Suci juga diterangkan bahwa Sidratul Muntaha berdekatan dengan Surga, negeri kedamaian (Darussalam). Dengan demikian, untuk mencapai Surga tentunya harus berada dalam tahap kebijaksanaan, ketenangan dan kemantapan yang tinggi pula.



Sebelum memperoleh kehormatan menuju Sidratul Muntaha, di Masjidil Haram, Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail Alaihissalam terlebih dahulu membersihkan hati Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam dengan air zam-zam untuk melapangkan dadanya.

Inilah awal pencerahan spiritual yaitu membersihkan penyakit hati yang biasa diderita manusia dan mengisinya dengan hikmah, ilmu dan iman.



Setelah itu, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam sempat 3 kali berhenti. Pertama, di Madinah untuk melaksanakan shalat sunat. Dalam riwayat lain, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam sempat pula melihat rombongan kafilah yang sedang mencari seekor untanya yang hilang. Beliau pun membantu menunjukkan tempat unta tersebut.

Ini merupakan pencerahan sosial Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam saat Isra Mi’raj.



Kedua, melaksanakan shalat di bukit Tursina, suatu tempat dimana Nabi Musa Alaihissalam mendapat 10 perintah Tuhan.

Ketiga, shalat di Yerussalem, tempat Nabi Isa Alaihissalam dilahirkan.

Terakhir Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam berhenti di Baitul Maqdis. Disini beliau melaksanakan shalat sunat di Masjidil Aqsha. Setelah itu, tampaklah sebuah jalan menuju ke langit dan Beliau melaluinya.



Tiba di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam bertemu Tuhan Yang Maha Besar dan mendapat perintah melaksanakan shalat wajib 5 kali sehari.

Lantas, apakah makna dibalik peristiwa Isra Mi’raj ini?

Manusia yang ingin menggapai kesuksesan dalam menjalani kehidupan ini, maka langkah awalnya adalah:

Pertama, membersihkan seluruh penyakit hati seperti, iri, dengki, hasad, dll. Apabila manusia sudah benar-benar bersih dari segala penyakit hati atau setidaknya berupaya sekuat tenaga ke arah itu, maka tercermin dalam perilaku kesehariannya.



Kedua, mulailah pencerahan spiritual dengan melaksanakan ibadah sesuai syariat. Pencerahan spiritual ini tidak mudah, beragam rintangan menghadang, terutama akibat kesibukan duniawi, kemalasan badan dan kemalasan berpikir. Tetapi apabila ikhlas disertai tanggung jawab tinggi dalam memegang syariat, tentu akan dapat dijalankan dengan baik.



Selanjutnya melakukan pencerahan sosial yaitu:

Pertama, dimulai dari keluarga terdekat seperti suami, istri, anak, mertua, menantu, ipar, dll. Jadilah figur berperilaku baik, agar keluarga terdekat bisa menerima saran dan nasehat yang diberikan. Kalau tidak ada contoh dari diri sendiri, mustahil mereka akan mengikutinya. Contoh yang diberikan bukan sekadar perilaku baik, melainkan juga bagaimana cara memenuhi kebutuhan hidup seperti sandang dan pangan.



Karena itu, etos kerja yang tinggi harus menyertai pencerahan sosial. Meski harus diakui, lahan nafkah seringkali tidak memenuhi harapan yang diinginkan. Sementara kebutuhan hidup tinggi, pendapatan tidak seberapa. Inilah ujian terberat yang harus dihadapi seseorang yang ingin berhasil dalam menuju kesuksesan. Disinilah ketangguhan seseorang diuji dalam menghadapi setiap cobaan.



Dalam kaitan ini, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam memberi contoh kepada umatnya melalui hijrah. Karenanya, etos kerja harus bersifat dinamis atau tidak terpaku di suatu tempat tertentu saja. Hijrah mencari penghidupan yang lebih baik dan tidak bersikap pasif di suatu tempat tertentu. Tidak menyerah kepada keadaan dimana dirinya berada.



Apabila mau berhijrah, maka Tuhan menjanjikan kemudahan, keleluasaan dan kelapangan hidup. Sebagaimana Firman Allah SWT: “Dan barang siapa berhijrah (berpindah) maka dia akan mendapatkan banyak perlindungan di bumi (selain tempatnya sendiri) dan keleluasaan.” (Q.S; 4:100). Atau : ”Sampaikanlah: “wahai hamba-hamba-KU yang beriman. Berbaktilah kamu untuk mereka yang berbuat baik di dunia ini. Dan bumi Allah itu luas….” (Q.S: 39:10). Bukankah dimanapun kamu berada disitu bumi Tuhan yang sama?



Berhijrah atau merantau ke suatu tempat yang sekiranya mendatangkan rezeki menjadi suatu keharusan, seandainya tempat menetap (domisili) tidak memungkinkan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya. Dianjurkan untuk menjelajahi bumi dan melihat kemungkinan yang ada di luar tempat kita sendiri

Daripada diam terpaku dirumah, lebih baik melanglang buana ke Negara seberang.



Meskipun demikian, harus disadari apabila tercapai kesuksesan, maka kesuksesan yang diraih itu tidaklah dinilai dari melimpahnya pencapaian materi, kedudukan tinggi atau terpenuhinya hawa nafsu. Melainkan bagaiamana menjaga diri dan seluruh keluarga kita dari tempat terburuk, yaitu siksa api neraka. Ku anfusakum wa ahlikum naaron. Mengapa begitu?



Karena tidak ada artinya materi melimpah sedangkan ada diantara anggota keluarga kita yang berjalan dalam arah yang menyimpang dari syariat agama. Sebagaimana sekarang ini banyak terjadi.

Secara ekonomi, orang tua berhasil dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Tetapi secara moral, anaknya justru berperilaku buruk. Bukankah hal semacam ini hanya akan merepotkan orangtuanya di dunia ini? Apalagi di akhirat kelak.



Inilah sesungguhnya makna hakiki dari kesuksesan hidup yaitu menjaga diri dan keluarga dari jalan yang diridhoi Tuhan. Dengan kata lain, tidak ada penilaian kesuksesan atau pencapaian materi yang diperoleh, popularitas atau kedudukan yang dipegang.

Kedua, melihat lingkungan sekitar, seperti tetangga. Terutama mereka yang masih dibelit dengan persoalan duniawi. Perlu mengetahui masyarakat sekitar, apakah masih dalam kemiskinan, ketidakadilan atau kebodohan?



Andaikata dijumpai hal seperti itu, tugas utamanya memberantasnya dengan harta dan tenaga, meski sekaedar kemampuannya. Beramal, infaq, sodaqah dan zakat menjadi bagian yang harus dilakukan.

Tugas ini tentunya tidaklah mudah. Dalam peristiwa Isra Mi’raj, pencerahan sosial Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam dicontohkan saat menunjukkan letak unta milik para kafilah yang hilang.



Pada akhirnya, pencerahan sosial akan membentuk kesalehan sosial, yaitu kepedulian yang tinggi terhadap sesama manusia, terutama terhadap fakir miskin dan anak-anak yatim. Sedangkan, pencerahan spiritual membentuk kesalehan pribadi yang tercermin dalam perilaku akhlak keseharian yang baik dan teguh dalam memegang syariat agama.



Kehidupan merupakan bagian dari upaya manusia untuk menuju kesuksesan, yang harus dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, ketenangan dan kemantapan iman yang tinggi.

Apabila berhasil dalam melakukan dua pencerahan ini, Tuhan Yang Maha Besar sudah menjanjikan kepada umat manusia berupa Surga di dunia yaitu kebahagiaan, kedamaian dan jiwa yang tenang (nafs muthmainnah) dalam mengarungi kehidupan.



Kemudian dijanjikan Surga di akhirat kelak. Setelah merasa senang berada di kediaman abadi, selanjutnya manusia mendapat kesempatan untuk memandang wajah Tuhan di Sidratul Muntaha, sebagaimana pernah dialami Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam. Inilah puncak kebahagiaan tertinggi manusia.

Monday, August 2, 2010

Qada dan Qadar



Qada dan qadar ialah ketetapan Allah yang telah ditentukan sejak dari
azali lagi berdasarkan ilmuNya yang Maha Tinggi, disusuli dengan kejadian
seperti mana yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, sebelum kejadian alam
semesta, Allah menetapkan gas atau asap akan memenuhi angkasa raya diikuti
dengan kejadian bintang-bintang dan planet-planet dan itulah sebenarnya yang
telah berlaku tanpa dapat dihalangi. Allah menetapkan satu bahagian oksigen
perlu bercantum dengan dua bahagian hidrogen untuk menjadi air dan hakikat ini
tidak dapat diubah sampai ke bila-bila. Allah menetapkan kaum wanita dan
bukannya kaum lelaki yang mengandung dan melahirkan anak dan hakikat ini juga
tidak boleh diubah.



Allah menetapkan mata sebagai alat untuk melihat dan
telinga untuk mendengar dan fungsi ini akan berterusan sampai ke bila-bila.
Allah menetapkan setiap yang hidup pasti merasai mati dan tidak ada seorang
pakar perubatan pun yang mampu mengubah kenyataan ini. Semua ini dan yang
lain-lainnya tidak dapat diubah sebab ia adalah ketetapan Allah sejak dari
azali lagi berdasarkan kebijaksanaanNya yang tanpa batas dan ia telah menjadi
hukum alam yang dikenali sebagai hukum sebab musabab dan sebab akibat. Justeru,
hukum alam yang berkait rapat dengan kehidupan manusia ini adalah sebahagian
daripada ketetapan qada dan qadar.



Isu yang hangat diperkatakan tentang qada dan qadar ialah, adakah tindak tanduk
manusia juga telah ditentukan oleh Allah sejak dari azali lagi? Syed Sabiq di
dalam kitabnya Al-Aqaid Al-Islamiyah berkata: "Imam Al-Khathabi telah berkata:
'Ramai orang mengira qada dan qadar adalah pemaksaan Allah ke atas hambaNya dan
manusia hanya mengikut apa yang telah ditetapkan oleh Allah. Sebenarnya
pandangan yang seperti ini adalah salah kerana takdir adalah ketetapan Allah
berdasarkan ilmu Allah yang Maha Mengetahui tentang kejadian yang akan berlaku
berhubung semua perkara..' Pengetahuan Allah tentang sesuatu perkara tidak akan
mempengaruhi kehendak hamba itu."



Di zaman Omar Al-Khattab ra, seorang lelaki telah ditangkap kerana mencuri dan
beliau telah dibawa menghadap khalifah Omar. Lelaki itu telah disoal: "Mengapa
kamu mencuri?" Lelaki itu menjawab: "Kerana Allah telah mentakdirkan ini ke
atas diri saya." Khalifah Omar ra amat marah dengan lelaki ini lantas beliau
terus berkata: "Pukul lelaki ini dengan tiga puluh sebatan selepas itu potong
tangannya." Lelaki ini terkejut dengan hukuman itu dan terus bertanya: "Mengapa
hukumannya begitu berat?" Berkata Omar Al-Khattab ra: "Kamu akan dipotong
tangan kerana mencuri dan disebat kerana berdusta atas nama Allah." Maksudnya,
manusia diizinkan Allah utk membuat pilihan dan hal ini adalah sebahagian
daripada ketetapan qada dan qadar.



Hukum sebab musabab atau sebab akibat adalah takdir. Manusia dapat menolak
takdir dengan takdir yang lain kerana kesemua itu telah dicipta dan ditetapkan
oleh Allah bagi manusia. Justeru, takdir lapar dapat dihilangkan dengan takdir
makan, takdir dahaga dapat dihilangkan dengan minum dan takdir mengantuk dapat
dihilangkan dengan tidur. Mengikut sebuah riwayat yang sahih, khalifah Omar
Al-Khattab ra enggan memasuki kampung tertentu di Syam kerana ketika itu ia
sedang dilanda wabak taun. Sahabat Abu Ubaidah ibn Jarrah ra bertanya kepada
Omar ra: "Mengapa kamu lari dari takdir Tuhan?' Omar ra menjawab: "Aku lari
dari takdir Allah kepada takdir yang lain." (Tarikh At-Tabari)



Kesemua ini menunjukkan, Allah tidak pernah mengikat dan menzalimi manusia
malah sebaliknya manusia telah diberi kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya
sendiri. Walau bagaimanapun, segala keputusan manusia tidak boleh keluar dari
ruang kemanusiaan yang telah Allah tetapkan dan Allah sejak dari awal lagi
telah mengetahui segala keputusan yang akan diambil oleh manusia.



Takdir mempunyai beberapa bahagian, pertama ialah takdir di dalam ilmu Allah
yang azali. Ia bermaksud Allah telah mengetahui segala-galanya sebelum ia
benar-benar berlaku. Takdir di dalam bentuk ini tidak boleh dan tidak mungkin
berubah secara mutlak. Jika ia berubah ia mencacat kesempurnaan Allah dan hal
ini adalah mustahil di sisi Allah. Berhubung dengan ini Allah berfirman:
"Keputusan di sisiKu tidak akan berubah dan Aku sekali-kali tidak menzalimi
hamba-hambaKu." (Surah Qaaf ayat 29)

Takdir ini dikenali sebagai qada mubram atau 'takdir yang pasti' dan
mengingkarinya akan menyebabkan seseorang menjadi kafir mengikut ijmak ulama.



Takdir yang kedua ialah takdir yang tertulis di Lauh Mahfuz dan ia dikenali
juga sebagai takdir mu'allaq. Mengikut K.H. Sirajuddin Abbas di dalam buku 40
Masalah Agama, takdir ini boleh berubah dari masa ke semasa, sebagai contoh,
jika seseorang telah ditakdirkan hidup hingga ke usia 60 tahun, dan beliau
sering menghubungkan tali persaudaraan dengan manusia, Allah mungkin menambah
umurnya melebihi 60 tahun. Atau jika seseorang telah ditulis akan memasuki
neraka kemudian di hujung hidupnya beliau bertaubat dan melakukan amal salih
dengan penuh keikhlasan, berkemungkinan beliau akhirnya akan dimasukkan ke
dalam syurga. Berhubung dengan ini Allah berfirman: "Allah menghapuskan apa
yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki dan di sisi-Nya
terdapat Ummul Kitab." (Surah Ar-Ra'd ayat 39)



Imam Baijuri di dalam kitab Tuhfatul Murid Syarh Jauharatut Tauhid berkata:
"Lauh Mahfuz, mengikut pendapat yang hak, menerima penghapusan dan penetapan."
Di antara perkara yang boleh mengubah ketetapan di Lauh Mahfuz ialah doa dan
amalan yang baik, berdasarkan sabda Nabi s.a.w yang bermaksud: "Tiada yang
boleh menolak takdir selain doa dan tiada yang boleh memanjangkan umur kecuali
perbuatan yang baik." (TIrmIzi)



Justeru, Omar Al-Khattab ra pada suatu ketika, telah melafazkan doa-doa ini
ketika bertawaf: "Ya Allah, jika Engkau telah mentakdirkan aku tergolong di
dalam golongan orang-orang yang bahagia, tetaplah aku di dalam keadaan aku.
Sebaliknya jika Engkau telah tetapkan aku di dalam golongan orang-orang yang
celaka dan berdosa, hapuskanlah takdir itu dan masukkanlah aku ke dalam
golongan orang-orang yang mendapat kebahagiaan dan keampunan."



Dalam bab mencari jodoh, nabi sendiri menyuruh kita memilih pasangan yang
betul. Oleh kerana kita disuruh memilih secara yg betul, kita mempunyai
pilihan. Justeru, berusahalah dan dalam konteks perkahwinan berusahalah utk
mencari jodoh berdasarkan landasan agama dan mintalah petunjuk Allah
tentangnya. Allah tidak pernah menzalimi manusia.