Wednesday, April 14, 2010

berbaik sangka



Salah satu ajaran moral Islam adalah baik sangka (husn al-dzan). Baik sangka, menurut Abu Muhammad al-Mahdawi, adalah meniadakan prasangka buruk (qath'ul wahm). Yang disebut terakhir ini amat berbahaya dan dapat menjerumuskan kita. Ini karena setiap kali kita berburuk sangka kepada orang lain, pada saat itu pula kita sungguh telah berbuat dosa. Orang yang dituduh dengan keburukan itu belumlah tentu bersalah.


Dalam pergaulan sehari-hari baik sangka menjadi amat penting. Sebab, betapa banyak konflik, permusuhan, bahkan pembunuhan, timbul hanya karena persangkaan yang buruk. Untuk dapat terhindar dari keburukan yang satu ini ada baiknya kita menyimak firman Tuhan,


''Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.'' (Q. S. 2: 216).

Dalam perspektif sufistik, keharusan berbaik sangka bukan hanya terhadap sesama manusia, tapi juga terhadap Tuhan. Menurut kaum sufi, sangatlah tidak bermoral bila kita berprasangka buruk kepada Tuhan. Perintah agar kita bertasbih dan memuji Allah, sesungguhnya mengandung makna agar kita senantiasa berbaik sangka kepada Tuhan. Baik sangka adalah bagian dari sikap mental atau perbuatan hati (a'mal al-qalb) yang mencerminkan keyakinan dan keteguhan seorang kepada Tuhan.


Dilihat dari subyeknya, baik sangka kepada Tuhan, menurut al-Nafazi, dapat dibedakan antara orang awam dan khas. Orang awam berbaik sangka kepada Tuhan karena mereka melihat limpahan nikmat dan karunia Tuhan. Sedang orang khas berprasangka baik hanya karena mereka mengerti dan menyadari sepenuhnya bahwa Allah adalah zat yang memiliki sifat-sifat yang mulia lagi maha sempurna.


Perbedaan antarkeduanya cukup jelas. Pada kalangan awam masih terbuka peluang untuk berburuk sangka kepada Tuhan, terutama pada saat-saat mereka mendapat cobaan dan musibah. Sedang pada kelompok khas tidak ada sedikit pun peluang untuk berprasangka buruk kepada Tuhan lantaran tingkat keyakinan dan pengetahuan (ma'rifah) mereka yang begitu tinggi kepada Tuhan.


Dalam Hadis Qudsi disebutkan bahwa Tuhan mengikuti persangkaan hamba-Nya. Bila ia berprasangka baik, akan mendapat kebaikan dan bila berprasangka buruk, akan memperoleh keburukan pula.

Rasulullah pernah mewasiatkan agar kita jangan meninggal, kecuali kita memiliki persangkaan baik kepada Tuhan, dengan rahmat, ampunan, dan sorga-Nya.

No comments:

Post a Comment